makalah tasawuf falsafi dan wihdatul wujud
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tasawuf adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentaang pemurnian ibadah yang semata ha...
http://graduas.blogspot.com/2013/11/makalah-tasawuf-falsafi-dan-wihdatul.html
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Tasawuf
adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentaang pemurnian ibadah yang
semata hanya untuk Allah.Dalam perkembaganya tasawuf terbagi menjadi beberapa
aliran.Tiap-tipa aliran memiliki pengertian dan pemahaman tersendiri dalam
merealisasikan arti dari tasawuf tersendiri.
Dari
beberapa aliran tersebut, tsawuf falsasi adalah salah satu aliran yamg menarik
untuk dipaparkan apa pengertian dari taawuf itu sendiri serta perkembangan dari
tasawuf falsafi tersebut.Selain penengertian dan perkembangan tasaawuf
falsaafi,tokoh-tokoh yang mempenggaruhi adanya asawuf falsafi juga perlu untuk
diulas,selain agar kita tahu siapa sajakah yang mendalangi atau mempromotori
lahirnya tasawuf falsafi,kita juga perlu mengetahui dasar apa yang para tokoh
tersebut gunakan sehingga melahirkan aliran tasawuf falsaafi itu sendiri.
Didalam
tasawuf falsafi, muncul suatu akidah yang menurut dua ulama besar yaitu Imam
Ghozali dan Ibnu Taimiyah menyimpang.Ajaran tersebut adalah Wihdatul wujud atau
biasanya sering disebut akidah Ittihad.Maka dari itu,sekiranya perlu kita untuk
mengetahui bagaimana konsep yang diterapkan oleh akidah Ittihad sehingga kita
memahami kenapa kedua ulama besar tersebut menolak akidah ittihad.
Didasari
uraian diatas,penulis memutuskan untuk membuat makalah yang mengambil tema
tasawuf falsasi dan wihdatul wujud.
1.2.Rumusan
Masalah
a) Apa
pengertian tasawuf falsafi ?
b) Siapakah
tokoh-tokoh tasawuf falsafi ?
c) Bagaimana
konsep wihdatul al wujud?
1.3.Tujuan
Dengan
dibuatnya makalah ini,diharapakan pembaca dapat memahami tentang pengertian
serta tokoh tasawuf falsafi dan memahami konsep dari wihdatul al wujud.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Penegertian
Tasawuf Falsafi
Tasawuf
falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan
visi rasional penggagasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlawi, tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya. Terminologi falsafi
tersebut berasal dari bermacam-macam ajaran yang telah mempengaruhi para
tokohnya.
Menurut
at-taftazani, tasawuf falsafi mulai muncul dengan jelas dalam khazanah islam
sejak abad keenam hijriyah, meskipun para tokohnya baru dikenal seabad
kemudian. Sejak tiu, tasawuf jenis ini tersu hidup dan berkembang, terutamadi
kalangan para sufi yang juga filosof, sampai menjelang akhir-akhir ini.[1] Adanya
pemaduan antar tasawuf dan filsafat dalam ajaran tasawuf ini dengan sendirinya
telah membuat ajaran-ajaran tasawuf jenis ini bercampur dengan sejumlah ajaran
filsafat di luar Islam, seperti yunani, persia, india, dan agama Nashari. Akan
tetapi, orisianiltasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang. Sebab, meskipun
mempunya latar belakang kebudayaan dan pengetahuan yang berbeda dan beragam,
seiring dengan ekspansi Islam, yang telah meluas pada waktu itu, para tokohnya
tetap berusaham menjaga kemandirian ajaran aliran mereka, terutama bila
dikaitkan dengan kedudukannya sebagai umat Islam. Sikap ini dengan sendirinya
dapat menjelaskan kepada kita mengapa para tokoh tasawuf jenis ini begitu gigih
mempromosikan ajaran-ajaran filsafat yang berasal dari luar Islam tersebut ke
dalam tasawuf mereka, serta menggunakan terminologi-terminologi filsafat,
tetapi maknanya telah disesuaikan dengan ajran tasawuf yang mereka anut.
Masih
menurut at-taftazani, ciri umum tasawuf falsafi adalah ajarannya yang
samar-samar akibat banyaknya istilah khusus yang hanya dapat dipahami oleh
siapa saja yang memahami ajaran tasawuf jenis ini.[2] Tasawuf
falsafi tidak dapat di pandang sebagai filsafat karena ajaran dan metodenya
didasarkan pada rasa (dzauq) tetapi tidak dapat pula di kategorikan sebagai
tasawuf dalam pengertiannya yang murni, karena ajarannya sering diungkapkan
dalam bahasa filsafat dan lebih berorientasi pada panteisme.[3]
Para sufi
yang juga filosof pendiri aliran tasawuf ini mengenal dengan baik filsafat
yunani serta berbagai aliran seperti socrates, plato, aristoteles, dan aliran
neo-platonisme, dengan filsafatnya tentang emanasi. Bahkan, mereka pun cukup
akbar dengan filsafat yang sering kali disebut hermenetisme yang karya-karyanya
banyak di terjemahkan ke dalam bahasa arab dan filsafat-filsafat timur kuno,
baik dari Persia maupun India, serta filsafat-filsafat islam, seperti yang
diajarkan oleh Al-farabi dan ibn sina. Mereka pun dipengaruhi aliran batiniah
sekte isma'iliyyah aliran syi’ah dan risalah-risalah ikhwan ash-shafa’.
Tasawuf
falsafi memiliki objek tersendiri yang berbeda dengan tasauf sunni. Dalam hal
ini, ibnu khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh at-taftazani, dalam
karyanya al-muqaddimah menyimpulkan bahwa ada emapat objek utama yang menjadi
perhatian para sufi filosof, antara lain sebagi berikut.
Pertama, latihan
rohaniah dengan rasa, instusi serta intropeksi diri yang timbul darinya.
Mengenai latihan rohaniah dengan tahapan (maqam) maupun keadaan (hal) rohaniah
serta rasa (dzauq) para sufi filosof cenderung sependapat dengan para sufi
sunni, sebab, masalah tersebut, menurut ibnu khaldun, merupakan sesuatu yang
tidak dapat di tolak oleh siapapun.
Kedua, iluminasi
atau hakikat yang tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat rabbani,
‘arsy, kursi, malaikat, wahyu, kenabian, roh, hakikat realitas segala yang
wujud, yang gaib maupun yang tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang
penciptanya. Serta pencipatannya. Mengenai ilminasi ini, para sufi yang juga filosof
tersebut melakukan latihan rohaniah dengan mematikan kekuatan syahwat serta
menggairahkan roh dengna jalan menggiatkan dzikir. Dengan dzikir, menurut
mereka, jiwa dapat memahami hakikat realitas-realitas.
Ketiga, peristiwa-peristiwa
dalam alam maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan
atau keluarbiasaan.
Keempat, penciptaan
ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-samar (syathayyat) yang
dalam hal ini telah melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui,
ataupun menginterprestasikannya dengan interprestasi yang berbeda-beda.[4]
Selain
karakteristik umu di atas, tasawuf filosofis mempunyai beberapa karakteristik
secara khusu di antaranya:
Pertama: tasawuf
filosofi banyak mengonsepsikan pemahaman ajaran-ajarannya dengan menggabungkan
antara pemikiran rasional-filosfis dan perasaan (dzauq). Meskipun demikian,
tasawuf jenis ini juga sering mendasarkan pemikirannya dengan mengambil
sumber-sumber naqliyah, tetapi dengan interprestasi dan ungkapan yang samar-samar
sulit di pahami orang lain. Kalaupun dapat diinterprestsikan orang lain,
interprestasi itu cenderung kurang tepat dan lebih bersifat subjektif.
Kedua seperti
halnya tasawuf jenis lain, tasawuf filosofis didasakan pada latihan-latihan
rohaniah (riyadhah) yang di maksudkan sebagai peningkatan moral, yakni untuk
mencapai kebahagiaan.
Ketiga tasawuf
filosofi memandang iluminasi sebagi metode untuk mengetahui berbagai hakikat realitas,
yang menurut penganutnya bisa dicapai dengan fana.
Keempat, para penganut
tasawuf filosofi ini selalu menyamarkan ungkapan-ungkapan tentang hakikat
realitas-realitas dengan berbagai simbol atau terminologi.
Perlu di
catat, dalam beberapa segi, para sufi-filosof ini melebihi para sufi sunni. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal. Pertama,
mereka adalah para teoritisi yang baik tentang wujud, sebagaimana terlihat
dalam karya-karya merek. Kedua kelihaian mereka menggunakan simbo-simbol
sehingga ajarannya tidak begitu saja dapat di pahami orang lain di luar mereka.
Ketiga, kesiapan mereka yang
sungguh-sungguh terhadap diri sendiri ataupun ilmumuya.
2.2.Tokoh-Tokoh
Tasawuf Falsafi
1. Ibn Arabi
Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah al-Tha’i al-Haitami.
Ia lahir di Murcia, Andalusia tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari keluarga
berpangkat, hartawan, dan ilmuwan.
Ajaran sentral Ibn Arabi adalah tentang wahdah al-wujud ( kesatuan wujud).
Menurut Ibn Arabi, wujud semua yang ada ini hanyalah satu dan pada hakikatnya
wujud makhluk adalah wujud khalik pula. Tidak ada perbedaan antara keduannya (khalik dan makhluk) dari segi hakikat. Kalau pun ada yang mengira adanya
perbedaan wujud khalik dan makhluk, hal itu dilihat dari sudut
pandang panca indera lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap
hakikat apa yang ada pada Dzat-nya dari kesatuan Dzatiyah, yang segala sesuatu berhimpun pada –Nya. Menurut Ibn
Arabi, manusia tidak memandangnya dari sisi yang satu, tetapi memandang
keduanya bahwa keduanya adalah khalik
dari sisi yang satu dan makhluk dari
sisi yang lain. Jika mereka memandang keduanya dari sisi yang satu, atau
keduanya adalah dua sisi untuk hakikat yang satu, mereka pasti mengetahui
hakikat keduanya, yakni dzatnya satu yang tidak terbilang dan terpisah.
2. Al-Jilli
Nama
lengkapnya adalkah Abdul Karim bin Ibrahim al-Jilli. Ia lahir pada tahun 1365 M
di Jilan (Gilan), sebuah propinsi di sebelah selatan Kasfia dan wafat pada
tahun1417 M. Nama al-Jilli diambil dari tempat kelahirannya di Gilan. Ia adalah
seorang sufi yang terkenal dari Baghdad.
Ajaran
tasawuf al-Jilli yang terpenting adalh paham Insan Kamil (manusia sempurna). Menurut al-Jilli, insan kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan. Insan kamil, ia tidak dapat melihatnya
dirinya, kecuali dengan cermin nama tuhan, sebagaimana Tuhan tidak dapat
melihat diri-Nya, kecuali melalui cermin insan
kamil.
3. Ibn Masarrah
Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Abdullah bin Masarrah (269-319 H). Ia salah
seorang sufi sekaligus filsuf dari Andalusia. Di antara ajaran-ajaran Ibn
Masarrah adalah sebagai berikut:
a.
Jalan menuju keselamatan adalah menyucikan jiwa, zuhud, dan mahabbah yang
merupakan asal dari semua kejadian.
b.
Dengan penakwilan ala Philun atau aliran Isma’iliyyah terhadap ayat-ayat
al-Qur’an, Ibn Masarrah menolak adanya kebangkitan jasmani.
c.
Siksa neraka bukanlah dalam bentuk yang hakikat.
4. Ibn Sa’in
Nama lengkapnya adalah Abd al-Haq ibn Ibrahim
ibn Nashr al-Akki al-Mursi, seorang sufi filosofis peripatetik Andalusia. Ia
lebih dikenal dengan Ibn Sab’in dan terkadang Quthb al-Din atau abu Muhammad.
Ia lahir pada tahun 1217M/614H. Di Valle de Ricote, Murcia, Andalusia.
Ibn
Sab’in dikatakan telah menulis sebanyak 41 buku, tetapi kebanyakan darinya
tidak diketahui keberadaannya. Di antara kitab-kitabnya yang dapat ditemukan
adalah Budd al-‘arif, Al-Kalam ‘ala
al-Masail al-Shaqliyah, Risalah al-Nashihah atau al-Nuriyah, Abd. Ibn Sab’m,
Al- Risalah al-Faqiriyah, Rasail Ibn Sab’in, Jawab Shahih Shiqiliyah.
Ibn Sab’in mengatakan bahwa jika seseorang
melihat kepada jagad raya dan apa yang berada di bawahnya dari manusia,
binatang dan tumbuh-tumbuhan, kemudian ia memisah-misah dan
membagi-bagiya,menyusun dan menyambungkannya, maka ketika ia kembali kepada
dirinya, ia akan mendapatkan di dalam dirinya apa-apa yang ada didalam jagad
raya dan apa-apa yang berada di bawahnya dengan bentuk yang lebih indah dan
lembut. Karena ia melihat dirinya seperti sebuah contoh dari alam ini. Dan
sesungguhnya keseluruhan atau kesatuan itu merupakan emanasi dari yang satu. Ibn Sab’in menyebut kesatuan tersebut
dengan al-Ihathah yang maksutnya
bahwa wujud secara keseluruhan adalah satu kesatuan. Menurutnya bahwa wujud
berdasarkan jenisnya terbagi tiga:
1. Wujud
muthlak,yaitu Allah sendiri.
2.
Wujud muqayyad, yaitu suatu wujud zat
yang bergantung kepada wujud lainnya. Wujud alam bukanlah wujud yang sebenarnya
namun pada hakikatnya adalah wujud dari wujud yang pertama.
3. Wujud
muqqadar, yaitu segala peristiwa yang akan terjadi di massa akan datang.
Menurut Hamka, Ibn Sab’in telah banyak
dipengaruhi oleh filsafat asing sehingga tasawuf tidak lagi semata-mata
dikembalikan kepada sumbernya yang asli yaitu al Qur’an dan al-Sunnah.
2.3.Konsep
Wihdatul Al-Wujud
Wihdatul
al-wujud adalah aakidah yang menyakini adanya dua wujud yang terpisah satu sama
lain.Akidah ini menuai banyak sekali pertentangan dari para ulama
besar,diantaaranya adalah imam al ghozali dan ibnu taimiyah.Akidah ini dianggap
menyimpang oleh para ulama.Apa yang diajarkan oleh akidah ini memiliki
penyimpangan-penyimpangan dari akidah islam yang murni.
Penganut
akidah ini mengakui adanya sang khaliq dan makhluk,yang berbeda dan terpisah
satu sama lain dan berintegrasi menjadi satu,dan berunbah menjadi sebuah wujud
tunggal.Akidah yang dibawa oleh para sufi ini dianggap aneh dan tidak sesuai
dengan ajaran Islam yang sebenarnya oleh sebagian besar umat muslim.Akidah yang
seperti demikian lebih mengarah ke akidah agama lain yaitu kristen
Asy-Syihristani
mengatakan,olongan olongan Ya’qubiah menduga Allah berubah menjadi daging dan
darah karena proses ittihad.Sebagian besar mereka menduga bahwa Allah bersatu
dengan makhluk dengan cara bercampur,seperti khamar bercampur dengan susu dan
keduannya diaduk.Di antara mereka ada yang mengatakan,”Tuhan menampakkan diri
dalam bentuk maakhluk.Jasad Isa adalah
penampakan Tuhan, Buakan dengan cara hulul atau proses bersatu, tetapi Isa
berubah menjadi diri Tuhan”[5]
Dari
uraian yang ada di atas jelas bahwa Ittihad dalam keyakinan mereka dibagi dalam
dua kategori yaitu:
1. Ittihad
Khash(penyatuan khusus)
Artinya,
tuhan dan makhluk bercaampur dan menyatu, seperti khamar bersatu dengan susu
jika keduannya diaduk.Ini adalah keyakinan madzhab Ya’Qubiah dalam agama
Kristen. Sebagian golongan yang keluar Islam juga mempunyai pandangan yang sama
dengan golongan Ya’Qubiah ini.[6]
2. Ittihad
‘Am (penyatuan umum)
Artinya,
Tuhan itu adalah alam semesta itu sendiri. Pendapat ni dianut oleh golongan
Mulhidin.[7]
Diantara
kalangan sufi yang menganut paham ini adalah Abu Yazid Al-Busthami. Yang
dimaksud dengan ittihad adalah menyatu dengan Allah.Bagaimana hal itu bisa
terjadi? “seorang pecinta benar-benar menjadi satu dengan Dzat yang
dicintainya, baik secara jasadiah ataupun pikiran (baca: bisa jasad yang
menyatu; ataau hanya akal yang menyatu). Atau,menyatunya watak, kehendak, dan
perbuatan keduanya.Dengan demikian, jika kitaa menunjuk salah satu diantaraa
keduanya, tentu saja secara otomatis kita dianggap telah menunjuk yang
lain.Kemudian penunjukan kitaa menjadi hilang,karena apa yang kita tunjuk telah
hilang.[8]
Tidak
ada seorangpun yang berpikiran sehat memgakui paham ini bersumber dari ajaran
Islam,karenaa dapat kita telaah sendiri paham yang tersebut diatas sangat jelas
bertentangan dengan ajarn Islam.Apabila ada orang Islam yang meyakini ajaran
ini, berarti diaa belum pahaam betul akan ajaran Islam.atau,jika tidak pahaam
ajaran Islam,ia termasuk orang-orang yang ingin merusak Islam dan peenganutnya.
Para
ulama besar Islam juaga banyak menentang paaham ini.Dintaranya adalah
al-ghozali da Ibnu Taimiyaah.Mereka berdua memiliki pandangan masing-masing
mengenai penyimpangan yang ditimbulkan oleh akidah Ittihad.
Imam
Al ghozali mengatakan, “Pandangan tentang menyatunya Sang khaliq dengan makhluk
adalah pandangan yang sangat jelas kebathilannya.Karena klaim ‘hamba telah
menjadi tuhan’ bertentangan dengan haakikat Allah sendiri. Bahkan, Tuhan harus
mnsucikan dari sifat yang berlaku pada manusia,seperti hal-hal mustahil ini
(yaitu Ittihad)”.[9]
Jika
hal tersebut sangat jelas kebathilanya ,maka kita tidak membutuhkan lagi dalil
lagi untuk menegaskan kebathilan akidah ittihad tersebut. Dipandang dari sisi
manapun, kebhatilan yang ada dalam
akidah ittihad ini sangatlah jelas terlihat. Keyakinan seperti Ittihad inilah
yang apabila ditelaah oleh orang awam atau orang yang pondasi agamannya masih
lemah dapat menggoyahkan iman mereka bahkan ikut hhanyut dalam kebathilan
tersebut.
Imam
Al Ghozli menggunakan teori debat yang ang dikenal luas dikalangan pemikir
muslim dalam menyaampaikan argumentasinya yang membongkar kesesatan
mereka.Beliau memaparkaan kemungkinan-kemungkinan terjadinya ittihad, lalu
membuktikan kemustahilannya. Imam Al ghozali keemudian menyimpulakan bahwa
ittihad tidak bisa diterima oleh akal.Hal tersebut dikareenakan dua dzat yaang
menyatu dihadapkan pada tiga kemungkinan:
a. Keduanya
benar-benar ada.
b. Keduanya
sama sekali tidak ada.
c. Salah
satu dzat ada, dan dzat yang lain tidak ada; aatau sebaliknya.
Setelah
memaparkan tiga kemungkinan tersebut yang terjadi dalam ittihad. Kemudian Imam
Al Ghozali membuktikan kemustahilan terjadinya masing-masing kemungkinnan
tersebut.
·
Kemungkinan pertama berarti: setiap dzat
berdiri independen, dalam artian tidak menjadi
bagian dari yang lain. Dengan demikian, tidak ada kasus menyatu.
·
Kemungkinan kedua: jika keduanya sam-sam
tidak ada, maka proses menyatu menjadi tidak ada juga.Bagaiman sesuatu yang
tidak ada bisa meengalami peenyatuan.Penyatuan antara dua hal yang tidak ada
adalah suatu hal yang mustahil.
·
Kemungkinan ketiga: salah satu dzat
tidak ada , dan dzat yang lainnya ada. Ini adalah pandangan keliru.Di sini,
Al-Ghozali menggunakan logika akal, karena dia sangat piawai dalam berpikir
logis.Dia mengatakan, “Bagaimana terjadi proses penyatuan antara sesuatu yang
ada dengan sesuatu yang tidak ada? Dengan demikian , pandangan tentang ittihad
adalah salah.[10]
Selain
Imam Al-Ghozali ulama lain yang mengatakan ittihad adalah sesat dan rusak
adalah Ibnu Taaimiyah. Ibnu Taimiyah memandang mereka sebagai kaum yang lebih
sesaat dari yahudi dan kristen. Ia mengatakan demikian karena didasari oleh dua
sebab:
Pertama,
penganut paham ittihad itu meengatkan, “Allah itu menyatu dengan hamba yang Dia
dekatkan dan pilih. “ Sementara orang yahudi dan Nasrani menatakan, “Tuhan
tetaplah tuhan, dan dzatt selain Dia bukanlah Dia.”
Kedua,
orang-orang Nasrani mengatakan bahwa hanya orang yang mereka agungkan yang bisa
menyatu dengan Allah,seperti Al-Masih.Namun para penganut Ittihad menganggap
Allah berjalan dengan anjing, babi, dan kotoran. Jika Allah Ta’ala mengatakan
tentang orang Nasharani,[11]
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu
ialah Al Masih putera Maryam.” (Al-Maidah:17)
Lalu
bagaimanakah dengan orang yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah itu adalah orang
kafir, munafik, anak-anak, najis, atau setiap sesuatu yang lain?”[12].Atas
dasar ayat di atas, akidah wihdatul al wujud atau akidah ittihad jelas sekali
kebhatilannya.Hal tersebut dikarenakan akidah ittihad ini meyakini penyatuan
Allah dengan hambaNya, jels sudah apabila ada seseorang meyakini akidah
tersebut,maka mereka meyakini bahwa
Allah itu adalah makhluk, begitu juga sebaliknya makhluk itu adalah dzat Allah.Sangat
jelas bahwa ini adalah bentuk kekafiran yang jauh lebih besar daripad yang
diyakini oleh umat nasharani.
Orang-orang
yang meyakini wihdtul al wujud ini memiliki anggapan bahwa Allah itu Makhluk
dan Makhluk itu adalah Allah.Ini berarti orang yang meyakini akidah ini
menganggap bahwa Allah itu bisa sakit, karena setiap makhluk pasti pernah
merasakan sakkit. Padahaal sifat sakit adalah mustahil bagi Allah. “Faktor
apaka yang menyebabkan Allah menjadikan diriNya terbagi?” Apakah Dia tidak
mampu berdiri sendir, sehingga Dia membutuhkan sesuatu yang selain Dirinya?”.
Sebaliknya,sesesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”Membutuhkan”
adalah sifat kurang, dan Allah maha suci dari sifat kurang.[13]
Hal-hal
laain yang membuktikan kesalahan paham ittihad adalah:
·
Allah bersifat qadim (dahulu), sementara
makhluk memunyai sifat baru (hadist). Lantas, bagaiman dzat yang qadim
menyatu dengan sesuatu yang baru?
·
Allah mempunyai kesempurnaan yang mutlak
dan kesucian yang sempurna (dari sifat-ssifat kekurangan).Jadi sifat “menyatu”
dengan dzat lain adalah mustahil dan imajinasi yang rusak.[14]
Berdasarkan
kenyataan-kkenyataan ini, maka mustahil Allah menyatu dengan makluk.
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dari
uraian panjang diatas kita dapat mengambil suatu hikmah dan beberapa
kesimpulan, diantaranya adalah:
Ø Tasawuf
falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan
visi rasional penggagasnya. Berbeda dengan tasawuf akhlawi, tasawuf falsafi
menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya.
Ø Empat
objek tasawuf falsafi yang menjadi perhatian para sufi filosof adalah
o
Pertama, latihan rohaniah dengan rasa,
instusi serta intropeksi diri yang timbul darinya.
o
Kedua, iluminasi atau hakikat yang
tersingkap dari alam gaib, seperti sifat-sifat rabbani, ‘arsy, kursi, malaikat,
wahyu, kenabian, roh, hakikat realitas segala yang wujud, yang gaib maupun yang
tampak, dan susunan kosmos, terutama tentang penciptanya.
o
Ketiga, peristiwa-peristiwa dalam alam
maupun kosmos yang berpengaruh terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau
keluarbiasaan.
o
Keempat, penciptaan ungkapan-ungkapan yang
pengertiannya sepintas samar-samar (syathayyat) yang dalam hal ini telah
melahirkan reaksi masyarakat berupa mengingkarinya, menyetujui, ataupun
menginterprestasikannya dengan interprestasi yang berbeda-beda
Ø tokoh-tokoh tasawuf falsafi adalah Ibn Arabi, Al Jilli, Ibn
Massarah,Ibn Sa’in
Ø konsep wihdatul al wujud dibedakan menjadi dua yaitu:
o
Ittihad Khash(penyatuan khusus).Artinya,
tuhan dan makhluk bercaampur dan menyatu, seperti khamar bersatu dengan susu
jika keduannya diaduk.Ini adalah keyakinan madzhab Ya’Qubiah dalam agama
Kristen.
o
Ittihad ‘Am (penyatuan umum).Artinya, Tuhan
itu adalah alam semesta itu sendiri. Pendapat ni dianut oleh golongan Mulhidin.
Daftar
Pustaka
Abu
Al-Wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani,Sufi
dari Zaman Ke Zaman,Terj.Ahmad far’i ustman,Bandung:Pustaka Bandung,1985
Ahmad,Abdul
Fattah Sayyid,Tasawuf antara Al-Ghazali
dan Ibnu Taimiyah,Terj.Muhammad Muchson Anasy,Jakarta:Khalifa,2005
Toriqoudin,Mohammad,Sekularitas Tasawuf,Malang:UIN
Malang,2008
[1] Abu
Al-Wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani,Sufi dari Zaman Ke Zaman,Terj.Ahmad far’i
ustman,Pustaka Bandung,1985,hlm,187
[2] Ibid
[3] Abu
Al-Wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani,Sufi dari Zaman Ke Zaman,Terj.Ahmad far’i
ustman,Pustaka Bandung,1985,hlm,187
[4] Abu
Al-Wafa’ Al-ghanimi At-Taftazani,Sufi dari Zaman Ke Zaman,Terj.Ahmad far’i
ustman,Pustaka Bandung,1985,hlm,187
[5]
Ahmad,Abdul Fattah Sayyid,Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu
Taimiyah(Jakarta:Khalifa,2005)213
[6] Ahmad,Abdul
Fattah Sayyid,Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu
Taimiyah(Jakarta:Khalifa,2005)213
[7] Ibid,214
[8] ibid
[9] ibid
[10]
Ahmad,Abdul Fattah Sayyid,Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu
Taimiyah(Jakarta:Khalifa,2005)215
[11]
Ahmad,Abdul Fattah Sayyid,Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu
Taimiyah(Jakarta:Khalifa,2005)350
[12] Ibid
[13]
Ibid,hlm 351
[14]
Ahmad,Abdul Fattah Sayyid,Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu
Taimiyah(Jakarta:Khalifa,2005)351